Refleksi Puisi Anak
Di akhir pekan merupakan kesempatan bagi orang tua untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak. Maka dua puisi ini menurut hemat saya dapat menjadi perenungan untuk para orang tua dalam menghadirkan kebermaknaan dalam pengasuhan anak.
Puisi pertama merupakan gubahan Kahlil Gibran yang beberapa frase menariknya saya kutipkan sebagai berikut:
Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikirannya sendiri.
Patut kau berikan rumah bagi raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu.
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
ataupun tenggelam ke masa lampau.
Sudah siapkah orang tua untuk mempersiapkan anaknya menghadapi era mendatang? Tantangan zaman dapat berbeda, berikan dasar dan fleksibilitas bagi anak untuk beradaptasi terhadap era. Paling tidak itulah tafsiran makna yang coba saya petik dari puisi Gibran tersebut.
Lalu ada puisi karya Sapardi Djoko Damono berikut:
Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu Sinbad yang tak takluk pada gelombang, menjelma burung yang jeritnya membukakan kelopak-kelopak bunga di hutan; di mulut anak-anak, kata menjelma Kitab Suci.
“Tuan, jangan kauganggu permainanku ini.”
Anak memiliki imajinasi dan permainannya sendiri. Terkadang kita tak perlu terlalu banyak intervensi, hanya perlu mengobservasi. Untuk kemudian memberikan umpan balik yang sesuai. Paling tidak itulah tafsiran makna yang coba saya petik dari puisi Sapardi tersebut.
Tentunya tiap karya puisi memiliki kebebasan untuk ditafsirkan dan dimaknai. Bagaimana Anda menafsirkan puisi Gibran dan Sapardi tersebut? Selamat berpuisi dan mengasuh anak.