Arifin Diterbitkan 12 March 2021

Menantang Diri Sendiri

Menantang Diri Sendiri

Musuhku adalah aku, demikian kiranya kutipan singkat yang tampaknya pas bagi saya dan Anda. Dibanding sibuk menilik orang lain, bagaimana kiranya jika berfokus untuk terus memperbaiki diri.

Telahkah kita menerapkan growth mindset? Atau malahan cenderung anteng saja pada zona nyaman. Maka stagnasi terjadi pada diri. Kompetensi pun tak banyak bergeser hanya itu-itu saja.

Ada banyak motivator, baik itu yang bisa ditelusuri melalui media visual, kita baca, ataupun dari sejumlah seminar. Namun, dari pengalaman dan pengamatan saya, yang paling berdampak dan kekal menyuarakan semangat adalah: motivasi dari diri sendiri.

Photo of Woman Looking at the Mirror

Kitalah sebenarnya yang paling tahu tentang diri sendiri. Tentu butuh juga masukan dari orang lain, sebagai upaya “becermin diri”. Namun, tetap kembali ke diri sendiri. Perubahan ke arah kebaikan, bisa lebih ajek, langgeng, manakala dari diri sendiri sudah “menarik tuas ayo perbaiki diri”.

Menantang diri sendiri, bukan berarti narsistik ataupun berada dalam “tempurung”. Ambil contoh, di lingkup pekerjaan, dengan melihat karya orang/entitas lain yang begitu keren. Maka bagi yang sudah membudayakan “menantang diri sendiri”, akan berusaha untuk membuat karya yang juga keren.

Mulai dari menganalisa, mempelajari, berlatih, memodifikasi, berinovasi. Maka semangatnya ketika melihat karya dari orang/entitas lain yang keren, yakni positif, untuk berkarya pula.

Menantang diri sendiri juga merupakan upaya untuk memitigasi disrupsi. Lihat arah angin, tren, maka dengan menantang diri sendiri, kita akan tetap relevan.

Menantang diri sendiri, bisa jadi sangat personal. Kita yang tahu persis kapasitas dan mengukur tantangan yang akan dipilih. Tentu bisa pula sunyi dan mengalami resistensi dari sekitar. Untuk apa melakukan hal yang tak biasa? Namun, begitulah hidup, selalu ada risiko, termasuk dalam hal terus memperbaiki diri dengan menantang diri sendiri.