Berupaya Menuju Kesempurnaan
Berupaya menuju kesempurnaan. Dalam ranah karya, berupaya menuju kesempurnaan merupakan hal yang esensial. Tidak asal bekerja.
Seperti nukilan kalimat bernas dari Buya Hamka, “Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja.”

Contoh terkait berupaya menuju kesempurnaan dapat disimak pada potongan narasi dari majalah Tempo berikut:
…Tugas itu diemban para redaktur bahasa. Dalam kerja sehari-hari, merekalah yang melakukan koreksi terakhir, misalnya memperbaiki salah tik, salah pilih kata, salah ejaan, salah data, kalimat tak lengkap, dan kalimat rancu. Hasil koreksi atau suntingan redaktur bahasa harus sempurna. Mereka punya prinsip: jika ada 100 kesalahan dalam sebuah tulisan dan seorang redaktur bahasa memperbaiki 99 di antaranya, dia layak dianggap gagal. Sebab, pembaca hanya tahu ada kesalahan yang lolos. Saya selalu bilang kepada para redaktur bahasa bahwa kami—redaktur bahasa—dikutuk untuk tak boleh salah.
Hal serupa dengan itu, mungkin dialami oleh bek dan kiper dalam pertandingan sepak bola. Prinsipnya jika disimplikasi: jika ada 100 peluang lawan dalam sebuah pertandingan dan seorang bek/kiper menyelamatkan 99 di antaranya, dia layak dianggap gagal. Sebab, penonton tahu ada kesalahan yang lolos.
Terlebih jika satu kesalahan itu merupakan blunder di pertandingan yang ketat. Maka sang bek/kiper akan menjadi sasaran penyebab kegagalan.
Bagaimana dengan lini karya yang kini sedang Anda tekuni? Saya percaya dengan menanamkan sikap berupaya menuju kesempurnaan, maka Anda berada di jalan yang benar untuk menjadi expert. Anda menantang diri sendiri untuk terus menguatkan kompetensi, memitigasi celah kekurangan, serta beradaptasi dengan situasi.