Merayakan Kepakaran
Digitalisasi berbagai
aspek membawa dampak pada membanjirnya informasi. Informasi datang silih
berganti, membetot perhatian. Suatu isu yang sama bisa kita dapatkan dalam
berbagai pengemasan. Informasi pun seolah menghampiri kita.
Digitalisasi juga
membuka “lapangan” bagi siapa pun untuk “bermain”, bersuara. Suatu isu bisa
ditanggapi oleh warganet dari berbagai kalangan. Sejumlah kekhawatiran pun
muncul di antaranya matinya kepakaran. Namun, benarkah?
Kekhawatiran tersebut
memang kontekstual, namun kita bisa tetap berperan aktif bagi hidupnya
kepakaran. Misalnya dengan membaca dari sumber yang telah terverifikasi, dengan
narasumber yang kompeten. Membagikan informasi dengan kadar kepakaran yang baik
juga memungkinkan ruang-ruang publik mendapatkan asupan yang sehat.
Masih terkait
kepakaran, saya percaya bahwa substansi dan “orang-orang berisi” akan tetap
hidup jika kita mengupayakannya. Saya pribadi menikmati betul paparan dari
orang-orang yang memiliki khazanah, pengetahuan yang luas dan mendalam. Cara penyampaiannya
mungkin sederhana, namun dikarenakan ia adalah pakar, expert, maka segala seluk beluk terkait hal yang dikupasnya menjadi
menarik. Saya pernah melihat budayawan Sudjiwo Tedjo yang tanpa PowerPoint
ataupun tampilan yang canggih-canggih itu, memberikan paparan di TEDx. Namun,
dikarenakan kepakarannya, kemampuannya bercerita, maka benar-benar menarik tema
“Math: Finding Harmony In Chaos” yang dibawakannya.
Tentu bukan berarti
saya menafikan pengemasan informasi secara baik dan menarik. Tapi dalam hal ini
saya menggarisbawahi tentang “daging”, kepakaran, kedalaman pengetahuan.
Kepakaran dari
seseorang juga dapat “diuji” dalam sesi tanya jawab. Bagaimana dari ragam
pertanyaan, bisa dibedah secara runut, metodologis, serta tidak sekadar “itu-itu
saja” jawabannya.