Ada New York Hari Ini
Sudah menonton film Ali & Ratu-ratu Queens di platform
Netflix? Ulasan film yang dibintangi Iqbaal Ramadhan tersebut hadir di majalah Tempo pekan ini. Berikut saya kutipkan:
Bagi Ali, tujuannya ke
New York, Amerika Serikat, bukanlah untuk menyaksikan gedung-gedung yang
menggapai-gapai langit atau menikmati pertunjukan Broadway. Juga bukan untuk
merasakan Central Park, yang sering digambarkan sebagai tempat romantis. Tujuan
Ali hanya satu: mencari sang ibu.
New York yang kemudian
digambarkan oleh sutradara Lucky Kuswandi dan kerja kamera yang bagus dari Batara
Goempar adalah gang-gang sempit dengan sampah yang muncrat; atau kesibukan
belanja murah meriah di toko-toko baju thrift
store, kehidupan serba perhitungan setiap kali mengeluarkan duit karena
satu dolar Amerika sama dengan sekian belas ribu rupiah….
Potongan kutipan
tersebut menghadirkan “gambar” lainnya di benak saya. Bagaimana New York
dimaknai dalam film, dalam cerita, dalam karya. Simaklah petikan puisi “Tidak
Ada New York Hari Ini” dari penyair Aan Mansyur:
Tidak ada New York hari
ini
Tidak ada New York
kemarin
Aku sendiri dan tidak
berada di sini
Semua orang adalah
orang lain
Rona apa yang Anda
dapatkan setelah membaca puisi tersebut?
Lalu, pikiran saya pun
tertambat pada larik kalimat di novel The
Architecture of Love karya penulis Ika Natassa. Berikut saya kutipkan penggambaran
New York di novel tersebut:
New York mungkin berada
di urutan teratas daftar kota yang paling banyak dijadikan setting cerita dan
film, bahkan ada artikel yang membahas beberapa film di mana New York sendiri
merupakan salah satu karakter utama karena tidak mungkin memindahkan setting
dari New York ke kota lain tanpa ‘menghancurkan’ filmnya. Nora Ephron’s You’ve
Got Mail, Blake Edwards’ Breakfast at Tiffany’s, Martin Scorsese’s Taxi Driver,
sampai Home Alone 2: Lost in New York besutan Chris Columbus.
Di novel yang akan
diangkat menjadi film tersebut, sang tokoh utama Raia diceritakan menjadikan
setiap sudut kota New York ‘kantor’-nya. Raia yang merupakan seorang penulis
novel berjalan kaki menyusuri Brooklyn, Tribeca, Soho, Central Park,
Kensington, Chinatown, Greenwich Village, Little Italy, sampai Queens, mencari
sepenggal cerita di tiap jengkalnya.
Bagaimana Anda memaknai
kota New York setelah melihat penggalan karya Ika Natassa tersebut?
Yang jelas menurut
hemat saya sebuah kota dapat dilihat dengan cara berbeda. Entah itu New York,
Kuala Lumpur, Jakarta, dan sebagainya.