Carian
Kesementaraan
June 28, 2021 Arifin

Kesementaraan

Ugo
Untoro menggambar dengan kapur di papan tulis hitam. Ia menghapus gambar yang
sudah jadi, lantas menggambar lagi sesuatu yang baru. Begitu terus hingga 10
jam. Ia memberinya judul Homage to the Blackboards.

Seperti
dilansir majalah Tempo, Ugo ingin bicara soal kesementaraan.

Yang fana
adalah waktu, bahwa apa pun akan terhapus. Tinggal waktu yang menentukan. Atau
pelan-pelan meluntur sebelum benar-benar hilang.

Membaca
ulasan karya seni dari Ugo Untoro tersebut membuat saya tertegun dan memiliki
makna filosofis yang menurut hemat saya begitu dalam: kesementaraan. Dari akar
kata tersebut, beberapa perkataan bijak yang saya ingat pun menyeruak. Di
antaranya puisi dari Sapardi Djoko Damono berikut:

“YANG FANA ADALAH WAKTU


Yang fana adalah waktu.
Kita abadi:

memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.

“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu.

Kita abadi.

Lalu saya
pun teringat dengan kalimat bernas dari sastrawan Pramoedya Ananta Toer, “Orang
boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di
dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Di
kesementaraan yang ada, kalimat dari Pramoedya tersebut memantul-mantul di
benak, sekalipun saya pun legawa jika toh karya-karya tulis saya meluntur
bersama waktu atau tertimbun dengan berlimpahnya informasi.

Masih
terkait kesementaraan, potongan kalimat dari Achilles (Brad Pitt) dalam film Troy
masih menjadi jangkar makna yang coba saya pegang. Berikut kutipannya:

“The gods envy us. They envy us because we’re mortal, because any moment
may be our last. Everything is more beautiful because we’re doomed. You will
never be lovelier than you are now. We will never be here again.”

Komen