Arifin Diterbitkan 22 July 2021

Canggihnya Teknologi dan Sisi Subyektivitas Atlet

Canggihnya Teknologi dan Sisi Subyektivitas Atlet

Olimpiade 2020 siap
digelar di Tokyo pada 23 Juli s.d. 8 Agustus 2021. Tentu pesta olahraga ini
akan mendapat sejumlah sentuhan teknologi digital. Kemajuan teknologi sendiri
diharapkan mampu menopang semangat sportivitas, kejujuran, serta hasil yang
presisi.

Di antaranya Electronic
Line Calling yang menggunakan kamera pelacak bola dengan akurasi milimeter untuk
mengidentifikasi apakah sebuah bola tenis masuk atau keluar.

Lalu ada juga Video Assistant Referee (VAR) yang kesohor di sepak bola. Insiden di kotak penalti, kemungkinan
pelanggaran, offside, merupakan
berbagai area yang menjadi tinjauan VAR. Pro dan kontra terhadap VAR hingga
kini masih menjulang. Namun, kontroversi tersebut jika ditarik ke penyebabnya,
sepertinya lebih mengerucut kepada manusia dan tafsirannya. Para wasit, hakim
garis, serta tim VAR, sejauh mana mereka menafsirkan suatu peraturan. Ada unsur
subyektivitas di sana, secanggih apa pun teknologi yang digunakan untuk “merekam”
kejadian.

Teknologi juga dapat
membantu, di antaranya dalam melihat pola. Namun, tentu saja dalam olahraga,
ada unsur wow dan enigma yang menjadikan pola itu anomali. Simaklah kisah Van
der Sar di final Liga Champions 2008 yang legendaris.

“Aku belajar banyak
soal penalti Chelsea lewat DVD. Sebagai contoh, aku mempelajari 40 tendangan
penalti berbeda dari Frank Lampard,” kenang Van der Sar dalam wawancara bersama
FourFourTwo pada 2017.

“Dari situ, aku membuat
banyak catatan. Salah satu yang kuingat adalah bagaimana Nicolas Anelka hampir
selalu mengarahkan tembakannya ke sisi kanan kiper.”

“Akan tetapi, Chelsea
sendiri rupanya juga sudah mempelajari caraku menghadapi penalti. Mereka tahu
bahwa dalam menghadapi penalti aku lebih sering menjatuhkan badan ke kanan.”

“Aku kemudian berpikir
bahwa hampir semua pemain mereka disuruh menendang ke arah kiriku dan hampir
semua melakukan itu, kecuali Anelka.”

“Aku mengantisipasi
Anelka bakal menembak ke arah sebaliknya (ke arah kanan) dan syukurnya itulah
yang terjadi,” jelas Van der Sar seperti dilansir Kumparan.

Teknologi juga dapat
berperan dalam membentuk dan memantau atlet. Seperti dilansir Republika, terdapat aplikasi manajemen kesehatan
One Tap Sports yang digunakan untuk mengelola atlet atletik. Para atlet
mengetikkan kondisi kesehatan, cedera yang mendera, makanan, serta pelatihan
mereka setiap hari. Beragam data tersebut dapat dilihat oleh pelatih dan ahli
gizi melalui grafik dan bahan.