Arifin Diterbitkan 11 August 2021

Mengelola Sampah Elektronik dengan Bijak

Mengelola Sampah Elektronik dengan Bijak

Olimpiade Tokyo 2020
menyisakan beberapa cerita. Di antaranya tentang komitmen Jepang
menyelenggarakan pesta olahraga terakbar yang ramah lingkungan. Fakta nyatanya
dengan limbah sampah elektronik yang “disulap” menjadi medali Olimpiade Tokyo
2020.

Seperti dilansir Tempo, sejak April 2017 hingga Maret
2019, Komite Penyelenggara Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo 2020 mengumpulkan
sampah elektronik dari seluruh negeri Matahari Terbit. Panitia membuka
titik-titik hibah telepon seluler dan barang elektronik lain dari penduduk
Jepang. Total 78.985 ton sampah elektronik yang terkumpul.

Total terdapat 5.000
keping medali emas, perak, dan perunggu yang didapatkan dari hasil daur ulang
sampah elektronik.

Kerja sama juga nyata
terlihat dengan 1.300 institusi pendidikan yang terlibat dalam kampanye
pengumpulan sampah.

Sementara itu di
belahan bumi lainnya, ada Rafa Jafar, pendiri EwasteRJ yang mendirikan
komunitas yang mengelola sampah elektronik.

“Saya mengalami sendiri
di rumah ada banyak perangkat elektronik bekas dan rusak, sehingga ada lemari
yang penuh dengan sampah semacam ini. Saya bingung dibuang ke mana hingga saya
mengetahui bahwa ternyata sampah ini harus didaur ulang dengan cara yang tepat,”
kisah Rafa tentang awal mula ketertarikannya pada pengelolaan sampah elektronik.

Saat itu, Rafa mengaku
kesulitan untuk membuang sampah elektronik. Di mana-mana belum ada tempat
sampah khusus barang elektronik. Akhirnya, ia tergerak untuk membuat Gerakan
Pengelolaan Sampah Elektronik Indonesia.

EwasteRJ adalah
komunitas yang digagasnya saat Rafa berusia 10 tahun. Komunitas ini memiliki
misi mengumpulkan sampah ekektronik seperti baterai, kabel rusak, dan gawai
yang sudah tidak terpakai.