Arifin Diterbitkan 7 September 2021

Menata Kota

Menata Kota

Hidup di kota dapat
menjadi tekanan tersendiri. Mulai dari persaingannya, tata kota yang tidak
nyaman. Maka alangkah bernasnya kalimat dari sastrawan Seno Gumira Ajidarma, “Alangkah
mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan
jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak
menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir
dengan pensiun tidak seberapa.”

Maka penataan kota
adalah kunci untuk menghindari skenario kelam seperti yang diungkap oleh Seno
Gumira tersebut. Mulai dari penataan transportasi publik. Sejumlah kenyamanan
kini dapat dinikmati pada transportasi publik, di antaranya kereta api,
transjakarta, MRT, LRT. Jika Anda merupakan generasi 90-an serta pernah
menggunakan kereta api, tentu masih mengingat sejumlah ketidaknyamanan
menggunakan transportasi tersebut. Ternyata ketika ditata dan diintegrasikan,
kereta api menjadi sarana transportasi yang layak menjadi pilihan. Bahkan
ketika membeli rumah, salah satu aspek yang diperhitungkan adalah jarak dengan
stasiun kereta api.

Menata kota juga dapat
dilakukan dengan menghadirkan ruang-ruang publik yang nyaman. Di antaranya taman,
trotoar yang nyaman, alun-alun yang ramah untuk dikunjungi. Paling tidak dari
pengalaman empiris saya, kota Jakarta dan Bandung terus berbenah untuk
menghadirkan kenyamanan di taman serta trotoar.

Taman sebagai ruang publik
yang gratis, dapat menjadi sarana rekreasi. Baik itu melakukan olahraga,
sekadar berjalan-jalan, berbincang, ataupun temu komunitas.

Sedangkan trotoar yang
nyaman, berpihak pada pejalan kaki. Kota-kota yang ditata dengan baik,
menyambut para pejalan kaki. Trotoar-trotoar yang memberikan kenyamanan untuk
anak-anak, lansia, penyandang disabilitas.