Arifin Diterbitkan 15 September 2021

Menikmati Filosofi Kopi

Menikmati Filosofi Kopi

Membaca cerita, tak
sekadar mata Anda yang terstimulasi. Simaklah cerita pendek Filosofi Kopi dari Dewi Lestari, niscaya
panca indra Anda terstimulasi. Anda seperti merasakan, melihat, mendengar; hal
itu dikarenakan “bangunan cerita” yang begitu presisi dan detail.

Presisi dan detail juga
membawa Anda ke sejumlah labirin pengetahuan. Di antaranya mengenai berbagai
jenis kopi, seperti tertera dalam buku Filosofi
Kopi
pada halaman 2:

Ben, dengan kemampuan
berbahasa pas-pasan, mengemis-ngemis agar bisa menyelusup masuk dapur,
menyelinap ke bar saji, mengorek-ngorek rahasia ramuan kopi dari barista-barista kaliber kakap, demi
mengetahui takaran paling pas untuk membuat cafe
latte, cappucino, espresso, Russian coffee, Irish coffee, macchiato
, dan
lain-lain.

Lalu aneka ramuan kopi
itu pun coba dibuatkan analogi serta filosofi. Simaklah pada buku Filosofi Kopi pada halaman 4 s.d. 5:

“Seperti pilihan Anda
ini, cappucino. Ini untuk orang yang
menyukai kelembutan sekaligus keindahan.” Ben tersenyum seraya menyorongkan
cangkir.

“Berbeda dengan cafe latte, walau penampilannya cukup
mirip. Untuk cappucino, dibutuhkan
standar penampilan yang tinggi. Mereka tidak boleh kelihatan sembarangan. Kalau
bisa, terlihat seindah mungkin.”

“Seorang penikmat cappucino sejati, pasti akan memandangi
penampilan yang terlihat di cangkirnya sebelum mencicip. Kalau dari pertama
sudah kelihatan acak-acakan dan tak terkonsep, bisa-bisa mereka enggak mau
minum.” Sambil menjelaskan, dengan terampil Ben membentuk buih cappucino yang mengapung di cangkir itu
menjadi bentuk hati yang apik.

“Bagaimana dengan kopi
tubruk?” Seseorang bertanya iseng.

“Lugu, sederhana, tapi
sangat memikat kalau kita mengenalnya lebih dalam,” Ben menjawab cepat. “Kopi
tubruk tidak peduli penampilan, kasar, membuatnya pun sangat cepat. Seolah-olah
tidak membutuhkan skill khusus. Tapi,
tunggu sampai Anda mencium aromanya,” bak pemain sirkus Ben menghidangkan
secangkir kopi tubruk, “silakan, komplimen untuk Anda.”

“Tunggu dulu!” tahan
Ben. “Kedahsyatan kopi tubruk terletak pada temperatur, tekanan, dan urutan
langkah pembuatan yang tepat. Semua itu akan sia-sia kalau Anda kehilangan
tujuan sebenarnya: aroma. Coba, hirup dulu aromanya. Ini kopi spesial yang
ditanam di kaki Gunung Kilimanjaro.”

Orang itu mengembangkan
cuping hidung, menghirup dalam-dalam kepulan asap yang membubung dari
cangkirnya. Mata itu tampak berbinar puas.

Bagaimana setelah
membaca nukilan cerita Filosofi Kopi?
Terstimulasi bukan, panca indra Anda? Tertarik untuk menikmati cafe latte, cappucino, espresso, Russian
coffee, Irish coffee, macchiato
, kopi tubruk, atau kopi sachet?