Arifin Diterbitkan 28 September 2021

Menstimulasi Ragam Keahlian

Menstimulasi Ragam Keahlian

Jang Deok-su dalam
serial Squid Game mengalami kesulitan
ketika bermain kelereng pada awalnya. Pada permainan kelereng, Jang Deok-su tak
bisa menggunakan kekerasan (kekuatan utamanya).

Saya pun teringat
dengan konsep pendidikan, serta keahlian. Di antaranya mengenai kecerdasan
majemuk. Orang memiliki kemampuan, bakat, yang beragam. Namun, kerap kali tes,
asesmen yang dilakukan, tidak memuat ragam kecerdasan tersebut. Alhasil ada
yang merasa/distigma/dilabeli dengan berbagai julukan yang kurang baik. Padahal
bisa jadi karena tes, asesmen yang dilakukan bukan di ranah yang dikuasainya.
Sebagai analogi, ikan akan kelabakan jika dites memanjat pohon. Pun begitu sebaliknya
ketika monyet diasesmen dengan berenang, alih-alih memanjat pohon.

Tes atau asesmen yang kontekstual
dengan kemampuan mungkin pernah Anda alami. Di sisi tertentu, Anda mungkin
kurang ahli, sedangkan di sisi lainnya Anda ahli. Katakanlah Anda adalah si
ahli seni, namun kurang dalam olahraga sebagai contoh.

Maka dalam parenting, menstimulasi ragam
kecerdasan, ragam kemampuan anak, diperlukan. Di antaranya untuk anak usia 2
tahun, kemampuan penting yang harus dimiliki adalah dapat berjalan dengan baik
serta dapat naik tangga sendiri dengan berpegangan. Selain itu, di usia 2 tahun
diharapkan anak sudah bisa mengucapkan minimal 20 kata.

Pun begitu dengan Anda.
Mencoba keahlian yang di luar zona nyaman Anda, bisa menjadi tambahan
kompetensi. Seperti Rose dalam film Titanic,
yang menjajal aneka kompetensi serta petualangan.

Anda pun menyadari ada
begitu banyak keahlian, serta lebih takzim kepada segenap orang dengan kemampuannya
yang beragam.