Muro adalah ritual untuk membatasi kawasan atau sebuah area dalam kurun waktu tertentu oleh masyarakat adat Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Ritual Muro dilakukan untuk melindungi sumber daya kehidupan agar tetap terjaga dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat setempat.
Penetapan waktu diadakannya ritual Muro untuk pembatasan dan pemanfaatan sumber daya kehidupan di seubah arena ditentukan oleh tokoh adat berdasarkan hasil pembacaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat adat.
Ketika masyarakat adat Lembata memutuskan untuk melakukan ritual Muro, mereka mempersiapkan beberapa kelengkapan untuk ritual: kapas, tuak, beras, ekor ikan putih kering, daun keru, baki, dan hewan sebagai kurban (ayam/kambing/domba).
Masyarakat adat Lembata meyakini, barang siapa yang mengambil sumber daya kehidupan di area yang sudah dibatasi oleh ritual Muro secara sengaja dan tidak melakukan ritual rekonsiliasi, maka akan mendapatkan malapetaka selama hidup hingga kematian.
Ritual Muro ini merupakan mitigasi serta antisipasi dari orang-orang yang melakukan perburuan bebas menggunakan apa saja sehingga sumber daya kehidupan habis. Maka ritual Muro ini juga memiliki tujuan agar ikan di laut dapat terus berkembang. Di samping itu Muro menghidupkan tiga spesies penyangga perikanan berkelanjutan, yaitu terumbu karang, lalu agak keluar sedikit itu lamun, dan yang dekat daratan adalah mangrove.