Carian
Filosofi Di Balik Roti Buaya Dan Betutu 
November 4, 2022 Arifin

Roti buaya merupakan makanan khas masyarakat Betawi yang disajikan pada acara-acara khusus, salah satunya saat upacara pernikahan.

Biasanya roti yang memiliki panjang sekitar 50 sentimeter ini dibawa oleh pengantin laki-laki pada acara seserahan.

Roti buaya menempati posisi terpenting dalam seserahan karena dianggap melambangkan kesetiaan pasangan yang menikah dan akan mengarungi bahtera rumah tangga hingga akhir hayat.

Sedangkan Betutu adalah nama masakan yang terbuat dari bahan dasar daging yang utuh tanpa dipotong-potong. Daging yang dipakai biasanya adalah ayam atau bebek.

Masakan ini diolah dengan cara dibakar atau dipanggang di atas bara yang sebelumnya dibaluri dengan bumbu, sehingga menjadikan betutu ini sangat harum. Itulah sebabnya daging betutu banyak disukai, karena rasanya yang enak dan bau harum pada saat dibakar.

Ayam betutu Bali sangat kaya bumbu, serta proses pengolahannya yang cukup panjang. Perpaduan bumbu dan proses pengolahan inilah yang membedakan antar pembuat betutu satu dengan yang lainnya.

Sementara itu secara filosofis, dalam sistem religi pada berbagai suku bangsa sering dijumpai kenyataan bahwa sajian makanan tertentu digunakan sebagai “persembahan” dari alam manusia kepada alam kedewataan/ke-Tuhanan. Hal ini tergolong sebagai apa yang disebut “sajen”, yang akan dihirup sarinya oleh penguasa alam gaib yang dituju.

“Sajen” itu dapat berupa makanan olahan seperti Betutu, atau dari bahan mentah misalnya buah-buahan, yang bisa disertai pula benda-benda khusus seperti kemenyan, dupa, canang, tirta, dan lain-lain. Sudah tentu setelah upacara selesai komponen boga dalam sesajen itu boleh dimakan oleh khalayak pengusungnya.

Sumber: Warisan Budaya Takbenda

Komen