Arifin Diterbitkan 10 November 2022

Membuka Usaha Kuliner Tak Hanya Soal Rasa Masakan

Membuka dan menjalankan usaha kuliner memiliki dinamika tersendiri. Tak sekadar rasa kuliner yang ok, melainkan juga melibatkan tata kelola.

Maka bisa jadi ada seseorang yang tangguh, terampil kala memasak, namun emoh untuk membuka usaha kuliner. Bisa jadi karena pressure untuk menghasilkan kuliner dalam waktu yang terbatas, serta menjaga kualitas rasa dalam kuantitas yang banyak.

Maka usaha kuliner, selain membutuhkan resep makanan tertentu, modal usaha, konsep bisnis, perlu juga memperhatikan sistem penyediaan barangnya.

Chef Edwin Lau menyoroti mengenai sistem penyediaan barang ini. Ia mengungkap bahwa mayoritas usaha kuliner menjadi bangkrut bukan karena produknya sudah tidak baik lagi, melainkan karena sistem penyediaan barangnya kacau balau atau malah tidak ada sama sekali.

“Head chef dan kepala purchasing seringkali “bermain” dengan para supplier sehingga bisa terjadi pencurian bahan baku, upgrade harga, atau bahkan sogokan sana-sini dari monopoli penyedia bahan. Dan kalaupun ketahuan, banyak owner takut memecatnya karena hanya merekalah yang tahu kontak-kontak dari supplier untuk usaha kuliner tersebut,” terang Edwin Lau.

Maka dalam hal ini owner juga perlu untuk tahu serta terjun langsung ke operasional di lapangan.

Contoh nyatanya dapat dilihat pada selebritis yang juga pemilik sejumlah usaha kuliner Ruben Onsu. Untuk kecap asin misalnya, Ruben memperhatikan betul mulai dari rasa, merek, harga, banyaknya produsen dari kecap asin tersebut. Untuk bahan baku, Ruben Onsu bahkan sudah sampai pada tahap memiliki kebun cabe, serta pabrik tepung sendiri.  Ruben juga memperhatikan secara presisi berbagai hal, seperti suiran sawi, sumpit, suhu penyimpanan mi, mangkuk mi (termasuk desainnya), hingga tusuk gigi. Hal yang menunjukkan bahwa bisnis kuliner memang tak hanya soal rasa, melainkan juga soal kualitas pelayanan.