Arifin Diterbitkan 12 April 2022

Sejumlah Kisah Arca di Museum Nasional

Museum Nasional Indonesia dikenal dengan nama lain Gedung Arca. Wajar saja, dikarenakan sejak di pintu masuk utama Gedung A terdapat ruang khusus yang dipergunakan untuk menyimpan arca-arca dan beragam prasasti yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Adapun salah satu isi tata tertib pengunjung Museum Nasional adalah dilarang menyentuh koleksi museum. Maka Anda tidak diperkenankan untuk menyentuh aneka arca yang bertebaran di museum yang terletak di Jalan Merdeka Barat ini.

Pada halaman tengah Gedung A terdapat taman yang dikenal dengan sebutan ‘Taman Arca’. Istilah ‘Taman Arca’ disematkan karena di taman tersebut terdapat koleksi arca-arca peninggalan masa Hindu-Buddha.

Sementara itu, pada selasar sisi utara gedung ini terdapat koleksi arca dan relief yang berasal dari Jawa Timur, sedangkan di selasar sisi selatan terdapat arca dan relief yang berasal dari Jawa Tengah. Pada sisi barat Gedung A terdapat ruang luas yang disebut dengan ‘Ruang Kertarajasa’ yang berisi arca-arca dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Di Museum Nasional terdapat Arca Prajnaparamita. Arca ini menggambarkan Prajnaparamita, seorang dewi ilmu pengetahuan/dewi kebijaksanaan tertinggi dalam agama Buddha Mahayana. Arca Prajnaparamita ini digambarkan duduk di atas lapik teratai (padma). Kedua tangan di depan dada bersikap dharmacakramudra (memutar roda dharma). Lengan kiri mengapit tangkai teratai mekar yang keluar dari akar di dekat pinggangnya. Di atas kelopak teratai tersebut terdapat pustaka (kitab) Prajnaparamitasutra.

Bentuk dan gaya arca ini memperlihatkan gaya seni Singhasari dari abad ke-13 M. Pada Arca  Prajnaparamita dapat dilihat penggunaan perhiasan bangsawan di masa kerajaan Hindu-Buddha.

Didasarkan pada memori kolektif penduduk di daerah Malang dan sekitarnya bahwa Arca  Prajnaparamita ini dianggap sebagai perwujudan Ken Dedes, permaisuri Raja Ken Arok, dari kerajaan Singhasari yang terkenal kecantikannya. Pendapat lainnya mengatakan bahwa arca ini merupakan perwujudan Rajapatni Gayatri. Penafsiran ini didasarkan pada sumber tertulis naskah Nagarakertagama dari abad ke-14 dan prasasti Gajah Mada.

Lalu terdapat Arca Bhairawa Buddha. Arca ini begitu ikonik karena diletakkan secara strategis, serta ukurannya yang begitu tinggi menjulang.

Arca Bhairawa Buddha diperkirakan merupakan perwujudan Raja Adityawarman dari Kerajaan Melayu di Tanah Datar, Sumatara Barat yang berkuasa dari tahun 1347-1374 Masehi, didasarkan atas prasasti Amoghapasa dan prasasti Saruaso I.

Adityawarman merupakan bangsawan Majapahit keturunan Melayu dan kemudian berkuasa di Sumatera. Semasa hidupnya Raja Adityawarman memeluk ajaran Buddha Tantrayana sekte Bhairawa. Sifat Buddhis dari arca ini terlihat dari penggambaran Tatagatha Aksobhya (penguasa surga di sebelah timur) pada mahkotanya.

Agama Buddha yang selalu dihubungkan dengan sikap kesabaran dan perdamaian terhadap sesama manusia, pada arca Bhairawa Buddha ini menjadi terlihat agresif dan seakan-akan ingin memusnahkan lawan-lawannya. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan tujuan dari pembuatannya yaitu untuk menakuti musuh yang akan mengancam keberadaan agama Buddha dan membahayakan kedudukan Adityawarman sebagai raja.