Mainan latto-latto sedang menjadi tren di Indonesia. Bunyi dari latto-latto bergema dimana-mana – di pemukiman, mal, media sosial, dimainkan para publik figur, bahkan hingga Presiden Republik Indonesia Jokowi.
Latto-latto adalah alat permainan sederhana berupa dua bola plastik yang dihubungkan dengan seutas tali. Pada bagian tengah tali terdapat ikatan bentuk lingkaran untuk dimasukkan ke jari agar bisa dimainkan dengan menggoyangkan kedua bola naik turun, menimbulkan suara seperti ketukan secara berulang.
Bicara tentang sesuatu yang viral, selain bisa jadi direncanakan, melalui “rekayasa isu”, dan sebagainya – di sisi lain juga menjadi misteri tersendiri mengenai mengapa sesuatu bisa viral.
Seperti latto-latto yang untuk kemudian viral, populer, tren, sehingga bisa jadi “memicu” publik figur pun mencoba latto-latto, alhasil semakin mengamplifikasi ketenarannya. Komika, YouTuber Raditya Dika misalnya mencoba untuk bermain latto-latto (tentu dengan gaya khasnya yang komikal lagi lucu).
Pun begitu dengan Jokowi melalui unggahan di konten Instagram-nya pada Hari Ibu, ataupun dirinya sendiri yang mencoba untuk bermain latto-latto. Cucu-cucu Jokowi pun tertangkap kamera ikut memainkan permainan tersebut.
Algoritma, fear of missing out (FOMO) – hal tersebut juga dapat menjadikan sesuatu viral. Baik itu melalui ucapan dari mulut ke mulut, konten yang dibuat publik figur, konten yang dibuat masyarakat (yang mungkin berhulu dari algoritma ataupun perasaan FOMO).
Yang jelas sesuatu yang viral seperti latto-latto ditangkap oleh “pasar”, baik dari sisi permintaan dan penawaran. Kala melewati pasar gembrong (yang terkenal dengan aneka mainannya) maka latto-latto aneka warna pun ada di sana. Bagaimana dengan Anda, sudah ikutan juga memainkan latto-latto?