Belum lama ini pemerintah Indonesia secara resmi mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Sejumlah karya di masa pandemi Covid-19 pun mengapung di ingatan ataupun hadir di beranda media sosial.
Di antaranya di akun Instagram @rfkyw (Rifky Widianto) yang pernah mengabadikan melalui drone-nya betapa sepinya Jalan Jenderal Sudirman ketika pembatasan sosial dilakukan dahulu.
Masih dari karya di masa pandemi, sutradara Upie Guava menyiasatinya dengan membentuk tim kecil, penggunaan teknologi, serta perencanaan yang presisi. Hasilnya adalah video klip “Kala Cinta Menggoda” dari band NOAH yang mendapatkan soul secara lagu, juga nuansa sunyi pagebluk pun bertaut dengan lirik serta musiknya.
Kedua contoh karya tersebut menunjukkan bahwa keterbatasan (kala itu dengan sejumlah pembatasan sosial) dapat disiasati menjadi amunisi kreatif. Karya tersebut sekaligus menjadi penanda zaman.
Masih terkait dengan keterbatasan, sesungguhnya dapat memicu kreativitas pula. Di antaranya Twitter yang pernah membatasi karakter yang dapat “dikicaukan”. Maka bagi penggunanya dibutuhkan kreativitas dengan limit karakter yang ada, untuk mencuit.
Keterbatasan pun dapat dikreasi serta memicu kreativitas. Misalnya bagi arsitek. Luas lahan yang ada, kebutuhan ruang, maka arsitek dapat mengakalinya dengan ruang yang dapat multiguna.
Untuk yang memiliki rumah dengan luas minimalis pun, dapat custom furnitur, menjadikan rumahnya bertingkat, dan sebagainya.
Bagi seorang pelatih, keterbatasan juga dapat disiasati, baik itu dengan penyesuaian strategi, memainkan pemain yang versatile, dan sebagainya. Maka pemain yang dapat bermain di segala posisi merupakan nilai lebih bagi pelatih. Hal itu di antaranya dapat berguna, ketika skuat tim sedang dilanda cedera, jadwal yang padat, maupun kebutuhan taktik di lapangan.
Pada akhirnya, keterbatasan itu selalu ada. Baik yang memang benar adanya, maupun beranjak dari asumsi pikiran. Yuk, berkarya saja, siasati keterbatasan yang ada.