Arfianingrum Pujiastuti Diterbitkan 10 February 2023

Patah Hati Dapat Menyakitkan Secara Fisik, Ini Penjelasan Sainsnya 

Putus cinta ataupun patah hati bisa memicu luapan emosi negatif yang juga dapat terasa menyakitkan secara fisik. Emosi negatif tersebut dipengaruhi oleh hormon, yakni peningkatan hormon stres kortisol, adrenalin dan nonadrenalin, serta penurunan hormon bahagia serotonin dan oksitosin dalam tubuh.

Ketika putus cinta, kadar oksitosin dan dopamin turun, sementara pada saat yang sama terjadi peningkatan kadar salah satu hormon yang bertanggung jawab atas stres yakni kortisol. Tingkat kortisol yang meningkat, dapat berkontribusi pada ragam kondisi seperti tekanan darah tinggi, penambahan berat badan, jerawat, peningkatan kecemasan.

Putus dengan pasangan juga mengaktifkan area otak yang berhubungan dengan rasa sakit fisik. Efek neurobiologis patah hati dapat sedemikian rupa sehingga disamakan dengan rasa sakit fisik sebagamana dibuktikan gejala fisik seperti nyeri dada, serangan panik, merasa terpukul.

Patah hati tampaknya melibatkan beberapa mekanisme saraf yang sama dengan rasa sakit fisik. Sistem saraf simpatik dan parasimpatis yang biasanya mengimbangi satu sama lain dapat diaktifkan selama patah hati.

Seperti diketahui sistem saraf simpatik bertanggung jawab atas respons perlawanan tubuh, mempercepat detak jantung dan pernapasan. Sedangkan sistem saraf parasimpatis bertanggung jawab atas tubuh saat istirahat.

Hormon yang dilepaskan saat patah hati mengaktifkan dua bagian sistem saraf ini. Otak dan jantung yang merespons menjadi bingung karena menerima pesan yang campur aduk.

Sumber: LiveScience, Mayo Clinic, Antara