Carian
Konsistensi Dalam Berkarya 
April 11, 2023 Arifin

Jerry Uelsmann, guru besar di University of Florida membagi mahasiswa jurusan fotografi menjadi dua kelompok, di hari pertama kuliah. Semua mahasiswa yang duduk di bagian kiri ruang kelas menjadi kelompok kuantitas. Sedangkan mahasiswa yang duduk di bagian kanan kelas disebut kelompok kualitas.

Kelompok kuantitas hanya akan dinilai berdasarkan jumlah karya yang dihasilkan. Pada hari terakhir kuliah Profesor Uelsmann akan menghitung jumlah foto yang dikirim. 100 foto mendapat nilai A, 90 foto memperoleh nilai B, 80 foto bernilai C, dan seterusnya.

Adapun kelompok kualitas, hanya dinilai berdasarkan kehebatan karya mereka. Mahasiswa hanya perlu membuat satu karya selama satu semester tersebut. Namun, untuk mendapatkan “A”, foto tersebut harus mendekati sempurna.

Menariknya, pada akhir semester, foto-foto terbaik justru dihasilkan kelompok kuantitas. Sedangkan kelompok kualitas hanya menghasilkan karya biasa.

Mengapa begitu? Selama satu semester, kelompok kuantitas sibuk membuat foto. Mereka bereksperimen dengan pencahayaan, komposisi, serta belajar dari kesalahan-kesalahan. Dalam proses membuat ratusan foto, sebenarnya mereka sedang mengasah kompetensi.

Sedangkan kelompok kualitas tidak menunjukkan banyak hal sebagai usaha mereka. Mereka lebih banyak melamun dan berpikir bagaimana menghasilkan foto yang sempurna.

Jika merujuk pada buku Atomic Habits karya James Clear, hal yang perlu kamu lakukan adalah pengulangan. Terus dilakukan hingga kamu terbiasa dan mahir.

Hal senada diapungkan oleh pendiri Narabahasa Ivan Lanin. Ia begitu bungah telah mampu merampungkan satu cerita setiap hari, hingga hari ke-100. Menarik adanya apa yang diungkap Wikipediawan pencinta bahasa tersebut sebagai berikut:

“Penuangan ide menjadi tulisan merupakan sebuah proses. Proses itu makin lancar seiring dengan makin seringnya ia diulang. Itulah yang menjadi sasaran saya sekarang. Biarkan kesempurnaan menjadi hasil yang dipupuk secara perlahan. Lagi pula, tak ada gading yang tak retak. Tulisan yang tidak sempurna, tetapi selesai, lebih baik daripada tulisan yang sempurna, tetapi tidak pernah selesai.

Menulis tiap hari sudah menjadi kebiasaan bagi saya. Saya merasa kini makin mudah menuangkan pikiran menjadi tulisan 400–500 kata dalam waktu 1,5 jam. Lancar kaji karena diulang.” Jam-jam panjang bersama karya. Jam-jam panjang ketika “menguji karya” di publik merupakan penempaan yang diperlukan.

Komen