Hari Raya Lebaran sesungguhnya dapat memantik dan mengingatkan mengenai sejarah diri. Kita dibawa untuk mengeratkan dan mengingat ke dalam keluarga – baik lingkup keluarga kecil, maupun keluarga besar.
Ziarah kubur yang identik dengan menyambut bulan puasa ataupun dilakukan di bulan Syawal, mengingatkan pada para leluhur kita. Ada doa yang dipanjatkan, di samping itu dengan kunjungan tersebut “diingatkan” mengenai keluarga, pentingnya silaturahmi.
Pada bulan Ramadan, lapis sejarah juga dapat “diingatkan” dengan sejumlah reuni. Dari berbagai jenjang sekolah, lingkar pertemanan, pertemuan di bulan puasa dapat memanggil kembali memori masa lalu.
Hal lainnya yang lazim dilakukan menyambut Hari Raya Lebaran yakni berbenah rumah. Beres-beres dilakukan. Saat melakukannya, dapat tertambat benda-benda yang memiliki nilai sejarah. Beres-beres itu kayak melihat sejarah kehidupan kita: keputusan-keputusan kita, memori-memori kita, dan pada saat proses semua itu, kita jadi bisa mengevaluasi serta mendapatkan kejelasan untuk masa kini dan masa mendatang.
Pun begitu dengan mudik, terbawalah pada memori, sejarah. Baik itu sejarah keluarga, kenangan saat masa kecil, ataupun tempat dulu tumbuh kembang. Diingatkan kembali mengenai “akar” dari diri.
Saat berkumpul bersama keluarga, lapis-lapis kenangan kerap menjadi perbincangan. Mengenai bagaimana diri dahulu, bagaimana tabiat orang tua kita, dan sebagainya.