Arifin Diterbitkan 26 May 2023

“Memberi Makan” Pada Pikiran 

Schiller, seorang filsuf Jerman pernah berkata “Eine grosse Epoche has hat das Jahrhundert geboren. Aber der grosse Moment findet ein kleines Geslecht” (“sebuah zaman besar dalam abad ini telah lahir. Tetapi masa besar ini menemukan jiwa yang kerdil”). Jangan-jangan itu yang kita alami dalam hari-hari ini.

Jiwa yang kerdil dapat terbentuk dari arus pikiran. Sejauh mana kita mengizinkan, mengakses pikiran-pikiran yang ada. Telahkah kita “memberi makan” pada pikiran hal-hal yang baik? Seperti misalnya rasa syukur sejak mengawali hari, syukur akan yang kita miliki, berfokus pada apa kelebihan diri.

Menarik adanya Masaru Emoto yang dengan tekun melakukan penelitian tentang perilaku air. Air difoto dengan mikroskop elektron dengan kamera kecepatan tinggi. Lalu dilakukan percobaan dengan membacakan kata, “Arigato (terima kasih dalam bahasa Jepang)” di depan botol air. Molekul air membentuk kristal yang membentuk sangat indah. Selanjutnya ditunjukkan kata “setan”, kristal berbentuk buruk.

Seperti diketahui tubuh manusia 75% terdiri atas air. Maka apa yang disampaikan Emoto tersebut bisa jadi memperlihatkan korelasi dari “memberi makan” pikiran dengan hal-hal yang baik.

Rasa syukur, afirmasi positif itu, seperti kiranya digambarkan pada lagu “Diri” dari Tulus:

Bisikkanlah

Terima kasih pada diri sendiri

Hebat dia

Terus menjagamu dan sayangimu

“Memberi makan” pada pikiran, Anda pun sebaiknya memperhatikan lingkup pertemanan, telahkah menyokong untuk memberikan vibes, ambient konstruktif bagi pengembangan diri. Telahkah yang diobrolkan hal-hal yang kiranya membawa pada perbaikan?

Pun begitu dari apa yang dibaca, didengarkan (misalnya melalui podcast, YouTube), telahkah sejalur dengan harapan, mimpi untuk menjadi versi terbaik dari diri.