Penyandang disabilitas dapat menempuh asa, serta menyintas keterbatasan yang ada. Melakukan fasilitasi, serta mengembangkan kemandirian serta daya para difabel secara optimal. Salah satunya di ranah kesenian yang terkait dengan seni tari.
Dalam beberapa kesempatan di masa lalu, saya berinteraksi dengan ranah pendidikan khusus – dimana anak berkebutuhan khusus menjadi ulasan. Salah satu temuan yang saya temui yakni bagaimana tunarungu menari. Tunarungu termasuk penyandang disabilitas sensorik yakni terganggunya salah satu fungsi dari panca indra, yang terkait dengan pendengaran.
Timbul pertanyaan bagaimana seseorang tunarungu menari, padahal menari menggunakan irama atau musik tertentu. Dari pengamatan langsung yang saya lakukan, para penari tunarungu biasanya didampingi oleh pendamping yang mengarahkan. Pendamping tersebut biasanya berada di depan si penari, sehingga dapat terlihat arahannya. Gerak serta tempo diarahkan oleh si pendamping. Dengan kolaborasi tersebut, penari tunarungu mampu menyajikan tarian secara baik dan mengapungkan pesan kesetaraan, serta tidak berbeda dengan nondisabilitas.
Kesadaran mengenai setara serta tidak berbeda juga dapat ditemui pada kasus lainnya. Masih terkait tunarungu, di antaranya dengan bahasa isyarat. Simaklah sejumlah tayangan yang mengakomodasi para tunarungu, dengan menyertakan pemeraga bahasa isyarat.
Selain itu sejumlah klip video dari para musikus juga menyuarakan itu. Di antaranya Grup K-pop, BTS melalui klip video “Permission to Dance” serta Yura Yunita dengan video musik “Merakit”. Bahasa isyarat pun mulai dari pengenalan, hingga dipelajari mendalam semakin masif terpapar oleh para nondisabilitas. Dengan pengetahuan bahasa isyarat maka menjadi jembatan komunikasi, saling mengerti, serta membawa semangat kesetaraan.