Ramadan tiba dengan segala keutamaannya. Umat muslim di seluruh dunia berkesempatan untuk melakukan ragam ibadah, seperti tarawih, berpuasa, dan sebagainya. Di samping itu ada begitu banyak tindakan baiknya yang diinisiasi dan dapat dilakukan, seperti memberi makan pada orang yang akan berbuka, lebih giat melakukan sedekah, dan sebagainya.
Bila diibaratkan, ada begitu banyak pancaran energi kebaikan. Ada begitu banyak gravitasi untuk melakukan hal-hal baik. Sesungguhnya momentum Ramadan merupakan kesempatan bagi umat muslim untuk menjadi lebih baik. Untuk tetap berada dalam area kebaikan, perlu kiranya untuk berkonsistensi.
Cara terawet untuk berkonsistensi, adalah dari diri sendiri. Bagaimana diri sendiri “menjadi”, mengupayakan untuk berkonsistensi dalam kebaikan. Tentu untuk menjadi lebih baik, ada saja hambatan, rintangannya. Namun, bila telah termantapkan, terbulatkan tekad, maka segala tantangan akan berupaya dilewati.
Dengan “menjadi”, maka ada peran aktif dari diri, ada kendali pada diri. Apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki diri, apa yang harus ditinggalkan dari keseharian, dan sebagainya. Dalam perjalanan memperbaiki diri ini, semoga segala yang baik didekatkan, yang buruk dijauhkan.
Kebaikan ini tak sekadar secara pribadi, melainkan juga sosial. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang banyak? Untuk bermanfaat bagi orang banyak – maka ada upaya memperbaiki diri, serta memperbaiki secara sosial.
Lalu, adakah yang dapat dijangkau secara harian? Ya, berupayalah untuk fokus membangun kebiasaan baik. Jadikan kebiasaan baik itu sebagai tindakan harian. Ramadan merupakan momentum untuk membiasakan aneka kebiasaan baik, dikarenakan banyak pula kok yang berupaya menjadi baik terutama di bulan suci ini. Lalu upayakan kebiasaan baik ini dapat terus-menerus dilakukan pula selepas Ramadan.