Sepertiga bagian terakhir Ramadan telah tiba. Ramai iktikaf dilakukan. Iktikaf merupakan diam beberapa waktu di dalam masjid sebagai suatu ibadah dengan syarat-syarat tertentu (sambil menjauhkan pikiran dari keduniaan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.).
Pada iktikaf ini ragam ibadah dapat difokuskan, dikencangkan, digiatkan. Bila hal semacam iktikaf ini diduplikasi maknanya dalam kehidupan keseharian, maka bisa jadi akan lebih banyak kebaikan yang muncul. Maknanya menurut hemat saya di antaranya, berusaha di waktu yang ada untuk fokus mengerjakan kebaikan.
Waktu yang berlalu dalam keseharian, adakah diri kita telah berfokus untuk mengerjakan kebaikan-kebaikan pada masa-masa tersebut? Kebaikan tentu beragam bentuknya, seperti misalnya hak kebaikan untuk diri, maka terdapat keperluan olahraga. Telahkah diri mengalokasikan waktu setiap harinya untuk kebaikan diri dengan berolahraga? Bila tidak dialokasikan khusus, maka waktu akan berlalu dengan kegiatan lainnya. Maka, yang dapat dilakukan, diupayakan, dengan merencanakan, menyediakan slot waktu untuk kebaikan-kebaikan yang beragam itu.
Memfokuskan diri pada kebaikan, juga dapat berupa penggunaan waktu yang efisien. Mempertimbangkan opportunity cost, serta sebisa mungkin menghindari hal yang sia-sia.
Kebaikan pun dapat beragam bentuknya, maka seseorang dapat mengupayakan untuk melakukannya. Dengan begitu ada semangat berlomba-lomba untuk mengerjakan kebaikan ini-itu. Kebaikan juga dapat dimaknai kebermanfaatan. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain? Kiranya kebaikan yang berdampak, menjadi obsesi pada pemenuhan waktu yang ada pada keseharian.