Selang beberapa tahun lampau, saya pernah datang ke alun-alun serta menghadiri pameran karya kreatif anak berkebutuhan khusus. Di tanah lapang yang luas tersebut, berbagai daya kreasi anak berkebutuhan khusus ditampilkan. Pengunjung banyak kiranya, baik yang melihat-lihat, berbincang-bincang dengan anak berkebutuhan khusus, ataupun membeli hasil cipta mereka.
Pendek kata, melalui pameran di alun-alun tersebut, memiliki dampak yang luas. Bagi anak berkebutuhan khusus, ada perasaan berdaya, dihargai. Mereka pun berkesempatan untuk melihat langsung tanggapan dari masyarakat luas.
Bagi pengunjung yang nondisabilitas, pameran semacam itu, memberikan mereka perspektif kesetaraan. Serta tak perlu melihat anak berkebutuhan khusus sebagai warga kelas dua, yang perlu dikasihani serta senantiasa dibantu. Nyatanya sejumlah karya anak berkebutuhan khusus layak dibanggakan.
Irisan saya dengan alun-alun masih setipe, kali ini terkait dengan tarian tradisional serta musik daerah. Pada festival dan lomba yang dihelat Kementerian Pendidikan, sesi penampilan dari para peserta dilakukan di alun-alun. Alhasil masyarakat luas dari mana saja, dapat menyaksikan, mendengarkan tarian tradisional, serta musik daerah, dengan peserta-peserta dari anak sekolah.
Kembali terdapat inklusivitas, merasakan langsung perspektif. Tarian serta berbagai alat musik tradisional tersebut dapat dinikmati oleh khalayak luas. Menikmatinya sebagai karya seni, melihat-mendengar, tentu merupakan cara untuk mengakrabkan, memopulerkan khazanah budaya tersebut.
Alun-alun dapat diakses oleh siapa saja, tak sekadar orang-orang yang memang telah memiliki preferensi serta pengetahuan tertentu. Melalui unjuk karya, unjuk kreativitas di alun-alun memungkinkan untuk memperkenalkan hal-hal unik, lagi memantik bagi publik.