Sebuah cerita disusun dari karakter-karakter. Jatuh hati dapat tertuju pada karakter tertentu. Alhasil timbul protes bila karakter tersebut meninggal, jalan hidupnya tak sesuai harapan penikmat karya, dan sebagainya. Hal tersebut menunjukkan karakter telah begitu bertaut dengan penikmat karya.
Pada sejumlah karya, baik itu novel, film, anime – kisah hidup karakter berjalan bersama waktu. Terdapat pembabakan tertentu, dari karakter tersebut anak-anak, remaja, hingga dewasa. Maka konflik, masalah, yang ada pun hendaknya perlu disesuaikan dengan situasi yang dialami karakter tersebut. Amat mungkin bagi penggemar untuk jatuh hati pada karakter tertentu ketika karakternya masih anak-anak, namun kecewa ketika karakter tersebut telah dewasa. Memang penulis cerita tak dapat memuaskan semua penggemarnya. Pro kontra akan senantiasa terjadi.
Lazim pula dalam dunia karya, terdapat bertukar posisi dan permaknaan. Ambil contoh pada Severus Snape, yang pada novelnya di buku 1-6 konsisten “menyebalkan”, namun pada buku ketujuh dari “Harry Potter”, karakter Snape seakan mendapatkan permaafan dari publik serta terjelaskan mengapa ia pada periode-periode sebelumnya begitu menyebalkan. Ada logika cerita, titik-titik fakta yang telah dititipkan pada berbagai termin waktu, sehingga menjadi klop ketika disuguhkan pada bagian pamungkas dari karya JK Rowling tersebut.
Karakter yang menurut hemat saya juga cukup kuat, yakni Eren Jaeger pada “Attack on Titan”. Pada bagian Eren Jaeger dewasa seolah dihadapkan dengan ia yang menjadi antagonis. Namun, hal tersebut “dilogiskan” dengan sejumlah kemalangan hidup yang pernah dialaminya, serta proyeksi masa depan yang memang dilematis. Pada episode pamungkasnya terjawab alasan langkah-langkah yang ditempuhnya.
Pada karakter-karakter yang kuat, bersama peristiwa-peristiwa yang dialaminya, sesungguhnya kita tengah becermin pula pada hakikat diri. Bahwa bisa jadi diri menjadi apa yang dibenci. Bahwa berbagai peristiwa, keadaan, pilihan, turut membentuk diri.
Karakter yang kuat tak berhenti ketika cerita telah selesai dibaca, disaksikan, melainkan bagi penikmat karyanya masih terkenang, teringat, apa-apa saja yang dialami karakter tersebut.