Carian
“Kesamaan” Pempek, Minyak Jelantah, Dan Botol Plastik
May 13, 2024 Arifin

Sejumlah hal yang berlebihan, dianggap tak berharga, ternyata dapat menjadi inspirasi untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Seperti misalnya sejarah pempek yang diceritakan oleh foodie Bondan Winarno dalam bukunya “100 Mak Nyus Makanan Tradisional Indonesia”.

Menurut Bondan, pempek mulai dikenal pada masa Sultan Mahmud Badaruddin II. Seorang laki-laki tua Tionghoa merasa sayang melihat ikan berlimpah hingga membusuk. Ia kemudian membuat jajanan dari ikan dicampur sagu. Dagangannya dipikul berkeliling. Pembeli memanggil” “Apek!Apek!” dari situlah nama pempek kemudian melembaga.

Sejumlah hal yang berlebihan, dianggap tak berharga, ternyata dapat menjadi inspirasi untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, dilakukan oleh Amalina Guru Kimia SMAN 1 Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara. Ia mengajak muridnya untuk mengolah kembali minyak jelantah menjadi produk yang bermanfaat.

Seperti dilansir Kementerian Pendidikan RI, minyak jelantah merupakan salah satu limbah rumah tangga.Minyak jelantah berasal dari minyak sawit atau minyak kelapa. Seringkali minyak jelantah terbuang percuma tanpa proses apapun setelah selesai digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Pemakaian minyak jelantah yang dipakai berkali-kali dapat merusak kesehatan tubuh.

Ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik yang terjadi selama proses penggorengan sehingga dapat menyebabkan berbagai penyakit mematikan seperti kanker. Tak hanya itu, limbah minyak jelantah juga dapat mencemari tanah karena menyebabkan pori-pori tanah tertutup dan tanah menjadi keras.

Lalu, apa yang dapat dilakukan? Nyatanya seperti dilakukan oleh guru Amalina beserta murid-muridnya, minyak jelantah dapat diolah kembali menjadi produk yang bermanfaat, seperti sabun cuci, lilin aromaterapi, bahan bakar lampu minyak, cairan pembersih lantai dan lain-lain.

Sejumlah hal yang berlebihan, dianggap tak berharga, ternyata dapat menjadi inspirasi untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat – tentunya masih banyak hal yang dapat dideretkan menjadi sampel. Di antaranya dari berbagai sampah plastik yang dapat diolah menjadi tempat duduk. Hal semacam ini misalnya dapat diajarkan sejak dini.

Mengemas isu lingkungan dapat ditemui pada buku bacaan anak. Seperti buku anak “Akan ke Mana Boti?”. Buku tersebut mengisahkan Boti, si botol merah, sudah lama tinggal di dalam toko swalayan. Suatu hari, ia keluar toko dan hanyut di sungai.

Boti (si botol merah) sempat hanyut terbawa arus sungai yang deras. Hal yang lazim ditemui dalam penglihatan sehari-hari, dimana di sungai terdapat aneka sampah. Ternyata Boti dan sampah plastik lainnya didaur ulang untuk menjadi kursi di taman. Suatu pesan yang kiranya dapat menghadirkan kesadaran lingkungan dalam cerita sederhana untuk anak-anak.

Dari ketiga sampel di atas, boleh dibilang terdapat “kesamaan” pempek, minyak jelantah, dan botol plastik. “Kesamaannya” yakni sejumlah hal yang berlebihan, dianggap tak berharga, ternyata dapat menjadi inspirasi untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Komen