Pernah mendengar istilah ‘It Takes a Village to Raise a Child’? Intinya, dibutuhkan peran banyak orang (“the village”) untuk menghadirkan keselamatan, lingkungan yang sehat bagi anak, di mana anak dapat tumbuh berkembang serta teroptimalisasi menuju harapan dan mimpi-mimpinya.
Bila boleh memparalelkan konsep ‘It Takes a Village to Raise a Child’ sepertinya hal tersebut kejadian pada karakter Harry Potter. Karakter utama karya JK Rowling tersebut dapat teroptimalisasi berkat sosok-sosok yang turut membantunya.
Seperti diketahui sejak masih bayi, Harry Potter telah menjadi yatim piatu karena ayah-bundanya meninggal. Ada peran dari penyihir antagonis Voldemort yang menyebabkan Harry Potter menjadi yatim piatu.
Anak laki-laki yang bertahan hidup tersebut, memiliki “the village” pada Dumbledore, Hagrid, Sirius Black, keluarga Weasley, termasuk pula dua sobat kentalnya Ron dan Hermione. Kepala sekolah Hogwarts Albus Dumbledore selain penyihir andal, juga ahli strategi. Dari novelnya dapat terlihat bagaimana cara Dumbledore “mempersiapkan” Harry Potter. Bagaimana sejumlah informasi yang diberikan secara mencicil, perlindungan yang diberikannya, dan sebagainya.
Lalu ada juga Hagrid, yang senantiasa maju membela tanpa ragu Harry Potter. Ada pula sosok ayah baptis pada Sirius Black yang memiliki pengalaman berhadapan dengan para penyihir di kubu sana.
Pada keluarga Weasley, Harry Potter merasakan suasana hangat keluarga. Hadiah natal yang diberikan (dengan kualitas terbaik), liburan musim panas di rumah keluarga Weasley yang berkesan, serta bagaimana perasaan memiliki saudara, serta melihat dan merasakan perlakuan penuh kasih sayang dari Arthur Weasley beserta istrinya Molly.
Tak lupa, perihal “the village” juga dapat berarti lingkaran persahabatan dari teman sebaya. Bagaimana Ron dan Hermione menjadi sobat dalam petualangan menghadapi para pelahap maut, ataupun kala bersua dengan tugas-tugas akademik yang rumit. Berkat Ron dan Hermione pula, Harry, menemukan bakat dan minatnya (seperti di Quidditch). Selama tahunan mereka bersekolah di Hogwarts, serta akrabnya interaksi turut menegarkan Harry Potter “Anak laki-laki yang bertahan hidup”.