Menonton film di bioskop, para penonton diajak untuk berfokus pada apa yang di layar lebar. Mulai dari pencahayaan di dalam bioskop, aturan untuk tidak berisik, ataupun tak menghadirkan cahaya yang menyilaukan. Selama durasi film, merupakan kesempatan untuk berfokus pada apa yang diceritakan pada film.
Adakah hal semacam itu berlaku pula ketika seseorang membaca buku? Itulah kiranya mengapa bagi beberapa orang memilih buku fisik dibandingkan buku digital. Dimana salah satu alasannya agar dapat berfokus pada apa yang dibaca, serta tidak terdistraksi dengan media sosial, panggilan telepon, dan sebagainya.
Membaca buku, serta meminggirkan berbagai distraksi yang ada. Hal semacam itu merupakan upaya untuk mengoptimalisasi konsentrasi, fokus, imajinasi. Saat membaca buku, seperti berada di alam pikiran penulisnya.
Di samping itu, pembaca juga dapat mereka-reka, menafsirkan, membayangkan, apa yang dituliskan, dengan pengalamannya masing-masing. Seperti misalnya penggambaran karakter, bisa jadi pembaca A, pembaca B, pembaca C – memiliki imajinasi, persepsi yang berbeda. Sekalipun apa yang dibaca adalah teks yang sama.
Terdapat imajinasi, tafsiran dari masing-masing orang. Itulah kiranya mengapa ketika ada film yang diangkat dari adaptasi buku, memiliki tantangan tersendiri. Bagi pembaca bukunya, mereka telah memiliki imajinasi tersendiri. Imajinasi tentang karakternya, jalan ceritanya, titik tekan cerita, dan sebagainya. Sementara, film memberikan tafsiran terhadap buku tersebut. Maka, bersiaplah kecewa bagi pembaca bukunya, meski di sisi lain bisa mendapatkan alih wahana yang melengkapi, menyenangkan.
Sementara itu, terkait membaca buku dan imajinasi yang terjadi, bisa berubah sesuai waktu dan pengalaman pembacanya. Pengetahuan, pengalaman yang didapatkan, bisa menyebabkan seseorang memiliki imajinasi yang berbeda terhadap buku yang sama. Ketika membaca buku lagi, bisa jadi baru terbayangkan apa yang dimaksud oleh penulisnya.