Ketika berkarya, ide bisa didapat dari amatan, obrolan, bacaan. Berkarya sesungguhnya dapat menjadi wahana untuk lebih mengenal diri sendiri. Baik dari amatan, obrolan, bacaan – kesemuanya diolah melalui “dapur” pikiran diri sendiri. Ketika “berburu” ide, serta “meramu” ide, maka merupakan kesempatan untuk lebih intens dengan diri.
Keresahan serta harapan dari diri, bisa menjadi sumur ide. Dengan begitu maka sesungguhnya tiap-tiap dari kita dapat menjadi otentik, berkarakter. Dikarenakan keresahan-harapan dari masing-masing orang dapat berbeda-beda.
Ambil contoh, pada komika yang memilih sisi untuk me-roasting dirinya sendiri. Hal tersebut praktis aman, karena dirinya tak menyenggol pribadi lain, serta telah mampu menertawakan dirinya sendiri. Komika semacam itu mampu me-roasting keresahan dan harapannya sendiri.
Berhulu dari diri sendiri, memungkinkan untuk mendapatkan feel yang lebih lengkap. Dikarenakan segenap panca indra merasakannya. Hal semacam itu merupakan modal yang berharga.
Berkarya dengan berhulu pada diri sendiri, maka berbagai pengalaman, pikiran pribadi, dapat lebih direkam serta dirakit. Bila sebelumnya, pengalaman pribadi dapat lewat begitu saja, ketika memikirkannya sebagai bahan baku karya, maka akan mencpba lebih menghargai, mengingatnya, mencatatnya.
Menarik apa yang diungkap oleh wikipediawan Ivan Lanin perihal menuliskan cerita tentang diri sendiri:
Mereka dapat merasa terhubung (relate) dengan cerita kita karena pernah mendapat pengalaman yang serupa. Kita merasa cerita kita tidak menarik karena kita sendiri yang mengalaminya. Orang lain mungkin merasa cerita itu menarik.
Mengambil keresahan dan harapan dari diri, pada bagian “meramu”, bisa pula menggabungkannya dengan unsur-unsur di luar diri. Maka terdapat paduan dari pengalaman pribadi serta unsur-unsur di luar diri. Unsur di luar diri ini bisa dari pengalaman orang lain, dari apa yang dibaca, apa yang ditonton. Format “meramu” semacam ini memungkinkan untuk mendapatkan penceritaan yang lebih kompleks, lebih dalam.