Bosan merupakan hal yang lumrah. Bosan dapat terjadi di berbagai jenjang umur. Bahkan, hal yang semula begitu disukai, namun jika terlalu sering, dapat muncul pula kebosanan. Ambil contoh, pada makanan favoritmu. Cobalah makan makanan favoritmu tiga kali sehari, lalu lakukan itu di hari-hari kemudian. Yang terjadi Anda untuk kemudian berada pada satu titik bosan.
Rasa bosan juga dapat dijumpai, ketika menghadapi tantangan yang terlau susah atau terlalu mudah. Terlalu mudah, maka tak menantang lagi lama-lama. Terlalu susah, maka dapat bosan, kesal, frustasi, sungguh begitu sukar tantangan ini. Maka ada kecenderungan untuk meninggalkan saja tantangan tersebut.
Bila rasa bosan terjadi, sesungguhnya seseorang dapat melakukan aktivitas yang dapat memberi dopamin jangka panjang yang sehat, yakni melalui kegiatan berolahraga ataupun kegiatan di alam.
Bila rasa bosan terjadi, seseorang juga dapat menempuh opsi lainnya. Ambil contoh, ketika telah begitu terbiasa dengan rute pulang-pergi tertentu. Maka ada masanya begitu bosan dengan rute yang itu-itu lagi. Maka cobalah rute lainnya untuk pulang dan pergi.
Rasa bosan dapat muncul karena telah terlalu kerap, telah begitu berulang, maka cobalah lakukan hal lainnya atau bisa pula dengan melakukan perubahan urutan mengerjakan sesuatu. Dengan begitu maka mengeksplorasi aneka kemungkinan, aneka opsi lainnya.
Rasa bosan sesungguhnya merupakan hal yang wajar dan lazim. Namun, tantangannya pula kini, yakni dengan seiring melekatnya teknologi pada keseharian. Maka bosan coba ditanggulangi dengan dopamin kilat. Dopamin kilat ini, di antaranya dengan bermain media sosial, yang membantu seseorang terjaga, terhubung, terstimulasi. Namun, perlu diingat dopamin kilat macam itu, perlu diisi lagi dan lagi. Maka dapat menyebabkan screentime seseorang begitu kerap. Dikarenakan ketika bosan sedikit, “mencari dopamin” ke media sosial.
Bosan itu wajar, lazim, serta perlu. Di samping itu penting pula diperhatikan apa yang dilakukan ketika bosan melanda.