Kemajuan teknologi tak serta merta memupus teknologi sebelumnya. Sebut saja dengan kehadiran televisi, yang ternyata tak memupus habis radio. Pergeseran, dinamika memang ada, namun ada yang tetap loyal, ataupun hadirnya para pendengar dari generasi baru.

Audio visual memang mampu menghadirkan aneka keseruan serta menangkap banyak momen. Namun, konten audio tak berarti habis pengikut serta tak diminati lagi. Di era kekinian, mengonsumsi konten audio seperti podcast telah menjadi rutinitas keseharian. Mendengarkan podcast (siniar) dapat dilakukan ketika berkendara, sembari melakukan kegiatan lainnya, maupun preferensi untuk mendengarkan audio saja, dan sebagainya.

Hal setipe dapat diaplikasikan pada audio book. Yang memberikan opsi menikmati buku dengan mendengarkan.

Sementara itu, bagi generasi milenial memiliki lapis ingatan tentang konten audio seperti sandiwara radio, serta mengikuti jalannya pertandingan sepak bola melalui suara komentator. Adakah Anda dahulu rutin mendengarkan sandiwara radio? Atau mengenang kembali ketika jalannya pertandingan sepak bola, diwartakan melalui suara komentator.

Konten yang memuat audio saja, memang memungkinkan pendengarnya untuk berimajinasi, mereka-reka. Maka baik pula sesungguhnya untuk menyertakan dalam konten pembelajaran anak. Di mana anak mendengarkan cerita. Anak dapat membayangkan, mengimajinasikan, dari kata, kalimat yang dibacakan. Stimulasi, pengalaman ini tentu berbeda kiranya dengan audio visual yang telah akrab bagi anak yang merupakan digital native.

Berbekal audio saja, sesungguhnya cerita, seni peran, dapat hadir. Karakter KITT di serial “Knight Rider” misalnya, yang menjadi tandem Michael Knight. Bagaimana kecerdasan buatan, dari mobil yang bicara, bak rekan hidup, kawan seperjuangan manusia.

Lalu, di film “Her”, terdapat Samantha (suaranya dibawakan oleh Scarlett Johansson). Berbekal suara, karakter Samantha begitu hidup, nyata, dan mampu menjadi dinamika dalam film drama tersebut.