Macam-macam ekspresi dapat dialami manusia dalam kesehariannya. Senang, sedih, kecewa, gembira, dapat muncul bila diabsen dalam hari-hari yang dilalui. Menulis merupakan wahana yang dapat digunakan untuk mencurahkan ekspresi-ekspresi tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Baikie KA dan Wilhelm tahun 2005 menyebutkan metode expressive writing bisa membantu meningkatkan dan memperbaiki suasana hati, fungsi sistem imun, fungsi paru-paru, kesehatan fisik dan nyeri, fungsi hati, serta menurunkan tekanan darah.

Simak pula apa yang dikatakan oleh peneliti lainnya, James W Pennebaker, bahwa menulis bermanfaat untuk kesehatan emosional seseorang karena aktivitas ini mampu membantu otak dalam mengatur emosi. Emosi yang dimaksud tidak hanya soal marah, tetapi juga rasa bahagia dan sedih.
Maka cobalah curahkan segala pengalaman keseharian Anda menjadi tulisan. Hal tersebut dapat mengasah kepekaan batin serta ketelitian otak.
Ya, menulis memungkinkan untuk menampung apa yang dipikirkan, perasaan yang dirasakan. Ketika pikiran sedang bertumpuk-tumpuk dengan berbagai hal, perasaan sedang tidak baik-baik saja, menulis dapat menjadi opsi untuk diri.
Menulis, memungkinkan seseorang untuk mengenali emosi macam apa yang dirasakan, memilah-memilih yang dipikirkan.
Adakah yang dituliskan itu dapat menjadi karya yang dikonsumsi khalayak umum? Bisa ya, bisa tidak. Hal itu tergantung dari masing-masing orangnya. Mantan Presiden Indonesia BJ Habibie pernah menulis buku “Habibie dan Ainun”. Perasaan sedih, serta kehilangan karena sang istri Ainun meninggal, mampu dirajut menjadi karya yang pada akhirnya dinikmati publik. Alih wahana pun berlaku, seperti diangkat menjadi film.
Mencurahkan perasaan dengan menulis, juga dapat menjadi urusan personal saja. Sekadar menuliskan berbagai ekspresi yang dirasakan.