Adakah Anda memiliki hobi untuk membaca pikiran-pikiran dari tokoh masa lampau? Belajar dari pemikiran, serta sejarah. Hal tersebut baik adanya, dikarenakan kerap terjadi pengulangan dalam sejarah. Maka belajar dari sejarah, merupakan langkah antisipasi, serta mengerti bagaimana manusia menghadapi tantangan zamannya.
Meski begitu perlu kiranya agar tidak mengalami overglorifying. Perlu kiranya untuk tetap menempatkan sifat kritis serta menakar relevansi pada masa kini.
Pemikiran, tak dapat dilepaskan dari konteks zaman. Bahkan bila Anda menelaah pemikiran para tokoh, diceritakan pula kisah hidupnya, rekam jejak hidup sang tokoh, kejadian-kejadian penting yang turut memantik lahirnya pemikiran. Pemikiran yang lahir dari tokoh, karena ketakutan ataupun harapan tertentu. Ketakutan serta harapan yang diselaraskan dengan kodrat zamannya.
Lalu, amati pula perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi. Pemikiran dari tokoh, berdasarkan ilmu yang berkembang di masa itu. Maka bisa jadi beberapa konsep yang ada telah tak relevan lagi kini, serta perlu diperbaharui.
Dengan menyandingkan pemikiran pemikir masa lampau dengan ilmu pengetahuan kini, maka sesungguhnya kita terbuka terhadap proses pembelajaran atau hal yang baru. Hal tersebut juga dapat menyelaraskan pemikiran masa lampau dengan apa yang terjadi kini.
Perlu kiranya untuk bersikap kritis terhadap pemikiran tokoh masa lampau serta tidak mengidealisasi pikiran tokoh masa lalu secara berlebihan. Sikap kritis tersebut di antaranya dapat tercermin pada “marginalia”, coretan-coretan di tepi halaman buku.
Seseorang dapat bersetuju ataupun tidak setuju dengan apa yang dibaca. Seseorang bisa mengkritisi bacaan. Melalui “marginalia” itu, pembaca dapat “bercakap” dengan isi buku. Apakah ia menolak pemikiran penulisnya, meragukan, atau menyetujuinya. Dengan demikian ada kerja aktif dari membaca. Membaca tak hanya sekadar pasif, menerima saja. Membaca dapat menjadi aktif, karena “bercakap”, serta seakan “berdialog” dengan isi buku.