Arifin Diterbitkan 6 December 2023

Penulis Menciptakan ‘Gambar’ Dengan Kalimat 

Penulis AS Laksana melalui akun media sosialnya mengungkap, “Pelukis menciptakan gambar dengan garis dan warna; penulis menciptakan gambar, adegan, dan suasana dengan kalimat”. Itulah kiranya bagaimana penulis perlu menciptakan gambar di kepala pembaca dengan baik.

Bagaimana kiranya menghasilkan “gambar spesifik” bagi pembaca, menyertakan detail, menyertakan konflik serta ketegangan. AS Laksana juga menyarankan perlunya memikat pikiran pembaca dengan kalimat, dengan seleksi detail, dan dengan ketepatan penyajian.

“Menciptakan gambar di kepala pembaca” – itulah kiranya yang memungkinkan seolah kita beranjangsana ke tempat lainnya kala membaca. Pada novel-novel Habiburrahman El Shirazy seakan dibawa ke Mesir. Bagaimana penggambaran budaya, makanan, cuaca, tabiat orang Mesir, mampu dihadirkan dalam novel karya Habiburrahman.

Sedangkan kota New York menemui penggambarannya seperti pada puisi-puisi karya Aan Mansyur yang dibukukan Tidak Ada New York Hari Ini.

Penggambaran kota New York juga dapat ditemui pada novel The Architecture of Love karya Ika Natassa. Dalam novelnya, dua karakter utama Raia dan River menyusuri sudut-sudut New York bersama. River akan menunggu Raia di depan apartemennya setiap pukul 9 pagi lalu bersama-sama menjelajah New York. Raia dengan laptopnya dan River dengan buku gambarnya. Dengan bantuan River yang memiliki latar sebagai seorang arsitek, Raia bisa menemukan kacamata baru setiap melihat gedung-gedung hingga taman yang mereka kunjungi.

Temui sensasi seolah diajak berjalan kaki menyusuri Brooklyn sampai Queens, ataupun berkunjung ke Central Park. Paley Park tempat dimana Raia dan River duduk-duduk sibuk sendiri atau merasakan bisik-bisikan di Whispering Gallery – merupakan sekelumit tempat kelana karakternya.

Tertarik menulis, ingin menjadikan latar kota atau tempat tertentu sebagai setting cerita? Haruskah seseorang pernah mengunjungi tempat tersebut untuk kemudian menjadikannya setting cerita? Nyatanya dua contoh penulis di atas yakni Aan Mansyur dan Ika Natassa ketika menuliskan karyanya belum pernah menginjakkan kaki di New York.

Ika Natassa melalui akun media sosialnya menjelaskan tentang hal tersebut, “Gimana juga menulis tentang New York sedetail ini padahal aku belum pernah ke sana waktu itu,” tutur Ika. Ia ternyata melakukan riset dengan beragam cara, seperti membaca, ngobrol dengan teman-temannya yang telah ke kota New York, menonton, dan upaya riset lainnya.